Penggerebekan markas penipuan online baru-baru ini mengungkap praktik ilegal yang melibatkan warga negara asing. Sebuah rumah mewah di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, disita oleh aparat kepolisian setelah terdeteksi sebagai lokasi operasi penipuan daring atau online scam.
Dalam operasi yang berlangsung pada Kamis, 24 Juli 2025, sebelas warga negara asing dari China ditangkap. Kejadian ini menunjukkan betapa rentannya masyarakat terhadap penipuan digital, di mana pelakunya bekerja secara terorganisir, memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk target yang lebih menguntungkan.
Penangkapan Warga Negara Asing Terlibat Penipuan Online
Polisi berhasil mengamankan sebelas orang yang masing-masing berinisial LYF, SK, HW, CZ, YH, HY, LZ, CW, ZL, JW, dan SL. Menurut Kapolres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Besar Polisi Nicolas Ary Lilipaly, mereka diduga bukan hanya terlibat dalam penipuan menggunakan media elektronik, tetapi juga melakukan pelanggaran keimigrasian. Ini menjadi salah satu contoh nyata dari penipuan lintas negara yang menyasar korban di negara asal pelaku.
Para tersangka telah tinggal di rumah tersebut sejak Maret 2025, menjalankan skema penipuan yang mengatasnamakan diri sebagai petugas kepolisian dari Cina. Mereka berkomunikasi dengan korban melalui telepon, memakai identitas resmi, dan menggunakan bahasa Mandarin untuk memperdaya targetnya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah merencanakan dan mengeksekusi aksinya dengan sangat hati-hati.
Strategi Penipuan dan Dampaknya terhadap Masyarakat
Dari hasil pemeriksaan, polisi menemukan bahwa para pelaku menggunakan berbagai barang bukti yang menunjukkan hubungan mereka dengan praktik penipuan ini. Barang bukti yang diambil mencakup dokumen berbahasa Mandarin, seragam yang menyerupai petugas kepolisian, dan alat komunikasi seperti ponsel dan iPad.
Tak hanya itu, mereka juga menciptakan suasana yang meyakinkan dengan menggunakan bilik kedap suara untuk melakukan panggilan kepada korban sehingga tidak mencurigakan. Penipuan ini bukan hanya merugikan individu, tetapi juga menciptakan citra negatif bagi negara tempat mereka beroperasi. Penggunaan teknologi yang semakin kompleks membuat masyarakat semakin rentan, dan diperlukan pendidikan serta kesadaran lebih lanjut untuk mengurangi risiko jatuh ke dalam perangkap tersebut.
Saat ini, pelaku dihadapkan dengan berbagai pasal hukum termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai penipuan. Mereka juga menghadapi masalah keimigrasian karena tidak dapat menunjukkan dokumen yang diperlukan.
Melalui kasus ini, semakin jelas bahwa penipuan online adalah masalah serius yang memengaruhi banyak orang. Pengawasan yang lebih ketat dan edukasi tentang cara menghindari penipuan di dunia maya sangat diperlukan agar masyarakat tidak menjadi korban selanjutnya.