Kesedihan dan kebingungan melanda para siswa disabilitas saat aksi pengosongan mendadak di asrama mereka terjadi. Insiden ini berlangsung di Pusat Pelayanan Sosial Griya Harapan Difabel, di mana siswa-siswi menantikan hari-hari belajar mereka dalam kondisi yang aman dan nyaman.
Peristiwa tragis ini terjadi sehari sebelum peringatan Hari Anak Nasional, sebuah momen yang seharusnya penuh kebahagiaan, namun berbalik menjadi kekacauan. Pengosongan paksa ini dilakukan tanpa pemberitahuan resmi kepada pembimbing dan orang tua siswa, menimbulkan banyak pertanyaan tentang komunikasi dan transparansi yang seharusnya ada dalam situasi sensitif seperti ini.
Proses Pengosongan yang Mengejutkan
Asrama yang dihuni oleh siswa disabilitas dari SLB A Padjajaran mendapati diri mereka harus meninggalkan tempat yang telah memberikan rasa aman selama ini. Kejadian ini dilaksanakan saat para siswa sedang berada di sekolah, meninggalkan mereka tanpa informasi yang cukup mengenai alasan pengosongan.
Melalui pernyataan Anggita Putri, pembimbing asrama, diketahui bahwa ia menerima panggilan mendesak saat sedang mengawasi siswa di sekolah. Ia diberitahu bahwa batas waktu pengosongan adalah esok hari. Situasi ini sangat mendesak dan tidak terduga, menambah kepanikan bagi para siswa yang seharusnya merasa dilindungi dalam lingkungan pendidikan mereka.
Dampak Psikologis dan Sosial bagi Siswa
Pengosongan mendadak ini tidak hanya mengganggu aktifitas belajar siswa, tetapi juga menciptakan kecemasan yang mendalam. Pengalaman traumatik ini mempengaruhi kondisi mental mereka, menjadikannya rentan terhadap berbagai masalah emosional. Menurut Anggita, beberapa siswa bahkan merasa terancam putus sekolah karena kesulitan akses transportasi jika mereka harus tinggal di rumah.
Setelah insiden tersebut, barang-barang siswa terpaksanya dikembalikan ke orang tua dengan cepat, yang menambah ketidakpastian dan kebingungan. Proses ini dilakukan tanpa komunikasi yang jelas dari pihak pengelola asrama, menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Rencana untuk menampung siswa baru pada tahun ajaran yang akan datang kini tidak lagi menentu, menyisakan kekhawatiran bagi para orang tua yang mendukung pendidikan anak-anak mereka.