Dalam proses penyelidikan kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi atau MN, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) menghadirkan hasil rekonstruksi yang menarik dan mengejutkan. Kasus ini sudah menyita perhatian publik, terutama setelah fakta baru terkait luka di wajah almarhum muncul ke permukaan.
Rekonstruksi yang dilakukan di beberapa lokasi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai bagaimana peristiwa tragis tersebut terjadi. Salah satu hal yang paling menarik adalah hasil analisis forensik yang menunjukkan adanya bekas luka lebam di wajah Brigadir MN. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apa yang sebenarnya terjadi pada hari nahas itu?
Fakta Baru dalam Kasus Kematian Brigadir MN
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, memberikan keterangan yang memperkuat dugaan bahwa luka lebam ini mungkin disebabkan oleh hantaman cincin bermata batu akik. Fakta ini diperoleh setelah menganalisis barang bukti serta keterangan yang diberikan oleh para saksi dan tersangka. Syarif menegaskan bahwa salah satu tersangka memang menggunakan cincin tersebut, menambah kompleksitas terhadap penyelidikan.
Penyelidik juga menemukan bahwa cara pembunuhan Brigadir MN tidak dilakukan dengan cara yang biasa kita kenal; bukannya di cekik, tetapi dipiting. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku kemungkinan memiliki kemampuan bela diri, yang memberi sudut pandang baru terhadap karakteristik tersangka. Tentu saja, hal ini menjadi penting karena bisa memengaruhi bagaimana kronologi kejadian serta peran masing-masing individu dalam proses ini.
Peran Tersangka dan Bukti yang Ada
Dalam rekonstruksi ini, penyidik menggali lebih dalam mengenai peranan masing-masing tersangka. Dari tiga tersangka yang sudah ditetapkan, Ipda Haris disebut sebagai pemilik cincin yang diduga menjadi alat untuk melukai almarhum. Ini menambah catatan baru yang sangat penting dalam garis besar kasus kematian ini.
Penyelidikan mendapatkan dukungan dari pendapat ahli bela diri yang menjelaskan bahwa hanya orang-orang tertentu yang dapat melakukan teknik piting seperti itu. Syarif menjelaskan bahwa kedua tersangka, Ipda Haris dan Kompol Yogi, memiliki latar belakang dalam bela diri, yang tentu saja menambah kekhawatiran dan kecurigaan terkait dengan kejadian tersebut.
Sementara itu, Asisten Pidana Umum Kejati NTB, Irwan Setiawan Wahyuhadi, juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mendapatkan gambaran yang cukup jelas dari hasil rekonstruksi ini. Meski begitu, dia mengingatkan untuk tidak terburu-buru dalam memberikan kesimpulan, karena penyidikan masih berjalan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ketelitian dalam setiap langkah penyelidikan untuk memastikan keadilan dapat ditegakkan.
Tampaknya, kasus ini semakin rumit seiring dengan penggalian fakta-fakta baru. Bukti-bukti forensik menunjukkan tidak hanya aspek fisik dari kasus, tetapi juga membuka pertanyaan mengenai hubungan antara pelaku dan korban. Penyidik telah meminta penyitaan cincin yang digandung oleh salah satu tersangka, menunjukkan komitmen untuk mencari semua bukti yang relevan.
Rekonstruksi ini yang berlangsung dari pagi hingga sore meliputi beberapa lokasi, mulai dari Mapolda NTB hingga dermaga yang menjadi lokasi penjemputan saksi dan tersangka. Adegan-adegan yang diperankan mencerminkan dinamika hubungan yang kompleks di antara mereka, serta membantu petugas untuk mengurai benang kusut dalam skenario kejadian.
