Rabu, 20 Agustus 2025 – 08:11 WIB
Gowa, Sulawesi Selatan – Tangis haru mewarnai ruang Polsek Barombong, Kabupaten Gowa, pada Selasa (19/8/2025). Seorang buruh harian lepas bernama Erlangga akhirnya bisa pulang ke rumah setelah mendapatkan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice.
Erlangga sebelumnya ditangkap karena mencuri empat tandan pisang milik Rustam di Jalan Poros Tangngalla, Desa Kanjilo, pada Minggu (17/8/2025) sore. Aksi nekat tersebut dilakukan karena terhimpit kebutuhan ekonomi. Dalam kondisi tersebut, bagaimana sebuah sistem peradilan dapat memberikan keadilan tanpa harus memenjarakan seseorang?
Mekanisme Restorative Justice dalam Kasus Pencurian
Proses restorative justice ini terbukti efektif dalam menyelesaikan konflik antara korban dan pelaku. Erlangga mengaku, dari empat tandan pisang yang diambil, dua di antaranya sempat dijual seharga Rp150 ribu di wilayah Kelurahan Barombong, dan uang tersebut langsung digunakan untuk membayar cicilan utang koperasi. Hal ini menunjukkan betapa mendesaknya situasi ekonomi yang dihadapi Erlangga, yang pada gilirannya memunculkan pertanyaan penting: Sejauh mana masyarakat dapat mendukung individu yang terjebak dalam keadaan sulit?
Rustam, sang pemilik pisang, akhirnya mencabut laporan dan dengan ikhlas memaafkan Erlangga. Proses restorative justice ini berlangsung disaksikan Kepala Desa Kanjilo, tokoh masyarakat, aparat kepolisian, serta keluarga kedua belah pihak. Keputusan dari Rustam ini mencerminkan sikap kemanusiaan yang sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan konflik sosial.
Pentingnya Pendekatan Manusiawi dalam Penegakan Hukum
Kapolres Gowa, AKBP Muhammad Aldy Sulaiman, menegaskan bahwa pendekatan ini diambil dengan pertimbangan kemanusiaan, tanpa menghilangkan nilai edukasi hukum. “Alhamdulillah hari ini Polres Gowa bersama Polsek Barombong melaksanakan restorative justice terhadap terduga pelaku pencurian empat tandan pisang,” ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa sistem keadilan tidak hanya berlandaskan pada hukuman punitif, melainkan juga mempertimbangkan konteks dan latar belakang dari setiap tindakan kriminal.
Kapolres menambahkan, meski restorative justice tidak berarti membenarkan pencurian, langkah ini merupakan bentuk kepedulian dan langkah untuk menjaga harmoni sosial. Proses ini juga mendapat pengawasan sosial melalui kehadiran aparat desa dan keluarga, yang bertujuan agar pelaku benar-benar menyadari tindakan yang diperbuatnya dan tidak mengulanginya kembali.
Dengan wajah penuh penyesalan, Erlangga mengaku aksinya murni karena desakan ekonomi dan beban utang. “Saya akui salah, saya sangat menyesal. Waktu itu saya hanya pikir utang di koperasi harus dibayar tiap minggu,” ungkapnya. Kasus ini mengingatkan kita bahwa keadilan tidak selalu harus ditegakkan dengan hukuman penjara, tetapi juga bisa melalui hati yang lapang dan kesepakatan damai demi kemanusiaan.