Kasus kematian tragis seorang balita berinisial MA (4) di Kota Tangerang Selatan mengungkap keprihatinan mendalam mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun ibu korban, FT (25), dan ayahnya, AAY (26), telah ditetapkan sebagai tersangka dalam penganiayaan, pihak kepolisian memutuskan untuk tidak menahan keduanya.
Keputusan ini menimbulkan banyak pertanyaan dan diskusi di kalangan masyarakat. Mengapa seorang ibu yang terlibat aktif dalam penganiayaan anaknya tidak langsung ditahan? Ini menyangkut kemanusiaan dan bagaimana sistem peradilan kita menangani kasus-kasus seperti ini.
Mengapa Kekerasan Terhadap Anak Terjadi?
Kekerasan terhadap anak tidak hanya menjadi masalah lokal, tetapi juga nasional dan global. Data menunjukkan bahwa penyiksaan anak seringkali terjadi di dalam keluarga, sering kali disebabkan oleh faktor stres, kemarahan, atau bahkan pola asuh yang buruk. Dalam kasus MA, polisi mengungkapkan bahwa tindak kekerasan dialami oleh sang balita sebanyak enam kali dalam periode yang berbeda. Luka-luka di tubuhnya mencerminkan kekerasan yang parah.
Penting untuk dicatat bahwa tindakan kekerasan ini dipicu oleh ucapan kasar dari MA kepada kedua orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku anak tidak seharusnya menjadi alasan untuk melakukan kekerasan. Sebaliknya, ini adalah kesempatan untuk menekankan perlunya pendidikan yang lebih baik mengenai pengasuhan dan pengendalian emosi bagi orang tua. Tanpa solusi, kita mungkin akan terus melihat kasus serupa di masa depan.
Strategi Penanganan Kasus Kekerasan Anak
Penting bagi otoritas untuk memiliki strategi yang jelas dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak. Hal ini tidak hanya melibatkan proses hukum, tetapi juga pendekatan rehabilitasi yang harus diterapkan kepada pelaku. Dalam kasus MA, meskipun FT tidak ditahan, penting bagi pihak berwenang untuk terus memantau situasi dan memberikan dukungan kepada keluarga tersebut, termasuk pendidikan bagi orang tua tentang dampak kekerasan terhadap anak.
Ada juga kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai perilaku yang merugikan anak. Kampanye pendidikan bisa menjadi langkah awal dalam mencegah kekerasan. Pemberian informasi tentang pentingnya komunikasi yang sehat dalam keluarga juga bisa membantu mencegah terulangnya insiden serupa. Pada akhirnya, anak-anak harus dilindungi, dan orang dewasa punya tanggung jawab untuk memberikan lingkungan yang aman.